Kami Takut Kehilangan Pancasila Saat Lagi Sayang-sayangnya
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBHari Pancasila tahun ini cukup meriah di medsos ketika banyak orang mengganti foto profilnya dengan nuansa Pancasila. Namun ada saja yang nyinyir.
Tulisan ini lahir setelah saya membaca logika-logika absurd kemarin mengenai gegap gempitanya masyarakat merayakan Hari Lahir Pancasila.
Logika absurd pertama berasal dari Din Syamsudin. Seperti dikutip oleh media ini, Din mengatakan:
"Pancasila mengalami politisasi oleh kelompok romantis yang terjebak romantisme, yang menganggap mereka sajalah yang Pancasilais dan yang lain tidak," kata Din di Gedung DPR, Jakarta, Rabu 31 Mei 2017.
Menurutnya, tidak boleh ada tafsiran tunggal dari Pancasila.
Saya menebalkan kata-kata yang gak masuk akal di atas. Sederhana saja siapa yang dimaksud kelompok romantis? Siapa yang disebut Din sebagai "mereka?"
Hari Lahir Pancasila diperingati secara nasional. Artinya seluruh rakyat Indonesia turut merayakan dan memperingati hari tercetusnya gagasan ideal tentang dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.
Pemerintah sendiri mengadakan Pekan Pancasila, yang memang bertujuan untuk menimbulkan lagi semangat Pancasila kepada rakyatnya. Lalu apa salahnya rakyat menyambut hal tersebut? Siapa mereka yang Din maksud? Pemerintah? Rakyat Indonesia yang mencintai Pancasila?
Siapa "kelompok romantis" yang dimaksud oleh Din? Pemerintah? Rakyat Indonesia? Lalu apakah Din Syamsudin bukan rakyat Indonesia? Mengapa nyinyir terhadap perayaan Hari Lahir Pancasila? Apa ada maksud terselubung?
Satu lagi, siapa yang mau menafsirkan secara tunggal mengenai Pancasila?
Jangan mengada-adakan yang tidak ada. Itu halusinasi namanya.
Selanjutnya Din mengatakan:
Ia menegaskan, kalangan Islam juga jangan mau dijebak seolah berhadapan dengan Pancasila.
"Saya kira, tidak hanya pada rezim ini, tetapi sudah cukup lama. Sejak rezim Orde Baru, kita terjebak dengan klaim-klaim saja, dan menjadi senjata untuk memukul pihak lain. Terutama, yang anti-Pancasila," ujar Din.
Lho? Memangnya siapa yang mau menjebak? Kalangan Islam?
Maksudnya?
Absurdnya statement Din ini tidak jelas mengapa ia berpikir seperti itu. Siapa yang dimaksud Din sebagai "kalangan Islam?" Apakah kalangan NU? Apakah kalangan Muhammadiyah? Ya jelas tidak mungkin.... Kedua organisasi besar Islam tersebut sudah final mengenai Pancasila, terutama NU, tidak akan ada ide mengganti dasar negara republik ini.
Sungguh absurd pernyataan Din di atas.
Terakhir, jelas saja kelompok manapun yang anti Pancasila memang harus ditindak oleh aparat pemerintah. Karena membahayakan kedaulatan negara. Tidak perlu orang jenius untuk berpendapat demikian.
Logika absurd kedua datang dari Hersubeno Arief di artikel "Selamat Datang Para Mualaf Pancasila, Marhaban."
Dari judulnya saja sudah terlihat logika Hersubeno yang absurd. Dia menggunakan istilah "mualaf Pancasila."
Artinya dia menganggap ada orang-orang yang 'tidak beriman' kepada Pancasila lalu sekarang menjadi Pancasilais.
Siapakah yang dia maksud?
Apakah partai (dalam bahasa Arab: Hizbut) yang menyatakan Pancasila adalah 'thagut?' (berhala setan), ataukah ormas yang imamnya pernah melecehkan Pancasila? Ataukan PKS yang menolak Pancasila sebagai asas tunggal organisasi masyarakat?
Kalau dari judulnya saja sudah absurd logikanya, apalagi isi artikelnya. Gak jelas.
Lucu ketika gegap gempita rakyat merayakan Hari Lahir Pancasila ternyata membuat sebagian orang merasa tersindir, lalu malah nyinyir kepada rakyat yang bersemangat bersatu dalam dasar negara yang sudah dicetuskan oleh founding father NKRI ini.
Kami lahir, tumbuh berkembang dengan Pancasila sebagai dasar pedoman hidup kami. Dengan adanya anasir-anasir organisasi politik yang "anti Pancasila" (secara malu-malu), kami cuma takut kehilangan Pancasila ketika lagi sayang-sayangnya.
(ES)
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
PNIB: 77 Tahun Indonesia Merdeka, Gelorakan Merah Putih, Bumikan Pancasila, Tolak dan Lawan Khilafah Terorisme dan Politik Identitas
Selasa, 2 Agustus 2022 12:02 WIBGue Mau Jadi Ustad
Jumat, 4 Februari 2022 17:51 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler